Sejarah Peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Sebagai umat Islam kita dianjurkan untuk memperingati, mengenang,
dan mengagungkan suatu peristiwa yang teramat bersejarah sepanjang peradaban
kehidupan manusia yaitu peristiwa di Isra’ Mi’rajkannya junjungan kita baginda
Muhammad SAW. Apa itu Isra’ Mi’raj ? Apa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW
dalam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut ? Hikmah apa yang terkandung dalam Isra’
Mi’raj ? Untuk itu pada kesempatan kali Kumpulan Sejarah akan mengupas tuntas
mengenai hal tersebut.
Pengertian Isra’ Mi’raj
Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang
dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan
salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi
Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari
semalam.
Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah
sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas
ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara
tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada
malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian,
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan
karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10
kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban
salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian
Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak
diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.
Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang
berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari
Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW
dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi.
Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat
lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa
yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada
Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.
Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang
membuat Rasullullah SAW sedih.
Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
Pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail
dekat Ka‟bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau,
Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib, tiba-tiba
Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawa beliau ke
arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka merebahkan tubuh
Rasulullah untuk dibelah dada beliau oleh Jibril AS.
Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam terbuka atap
rumah Beliau saw, kemudian turun Jibril AS, lalu Jibril membelah dada beliau
yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail:
“Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan
aku lapangkan dadanya”. Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti
hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati
yang paling suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas
kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan
menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha dahsyat dan
penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan Allah SWT. Kemudian
Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya tiga kali, kemudian
didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan, kemudian dituangkan
ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu
dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril AS.
Setelah itu disiapkan untuk Baginda Rasulullah binatang
Buroq lengkap dengan pelana dan kendalinya, binatang ini berwarna putih, lebih
besar dari himar lebih rendah dari baghal, dia letakkan telapak kakinya sejauh
pandangan matanya, panjang kedua telinganya, jika turun dia mengangkat kedua
kaki depannya, diciptakan dengan dua sayap pada sisi pahanya untuk membantu
kecepatannya. Saat hendak menaikinya, Nabi Muhammad merasa kesulitan, maka
meletakkan tangannya pada wajah buroq sembari berkata: “Wahai buroq, tidakkah
kamu merasa malu, demi Allah tidak ada Makhluk Allah yang menaikimu yang lebih
mulya daripada dia (Rasulullah)”, mendengar ini buroq merasa malu sehingga
sekujur tubuhnya berkeringat, setelah tenang, naiklah Rasulullah keatas
punggungnya, dan sebelum beliau banyak Anbiya‟ yang menaiki buroq ini.
Dalam perjalanan, Jibril menemani disebelah kanan beliau,
sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut riwayat Ibnu Sa‟ad, Jibril memegang
sanggurdi pelana buroq, sedang Mikail memegang tali kendali. (Mereka terus
melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah
dan RahmatNya), di tengah perjalanan mereka berhenti di suatu tempat yang
dipenuhi pohon kurma, lantas malaikat Jibril berkata: “Turunlah disini dan
sholatlah”, setelah Beliau sholat, Jibril berkata: “Tahukah anda di mana Anda
sholat?”, “Tidak”, jawab beliau, Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah
(Nama lain dari Madinah) dan kesana anda akan berhijrah”.
Kemudian buroq berangkat kembali melanjutkan perjalanan,
secepat kilat dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, tiba-tiba
Jibril berseru: “berhentilah dan turunlah anda serta sholatlah di tempat ini!”,
setelah sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril memberitahukan bahwa beliau
sholat di Madyan, di sisi pohon dimana dahulu Musa bernaung dibawahnya dan
beristirahat saat dikejar-kejar tentara Firaun. Dalam perjalanan selanjutnya
Nabi Muhammad turun di Thur Sina‟, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi
Musa berbicara dengan Allah SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau
sampai di suatu daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau
turun dan sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan
berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat
dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”. Di Baitul-Lahmi inipun Beliau turun dan
melakukan solat, kemudian perjalan diteruskan dan tidak lama sampailah ke
Baitul Maqdis. Di Baitul Maqdis ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu,
menantikan kedatangan Beliau. Di Baitul Maqdis bersolat berjama’ah dengan para
Nabi terdahulu sebagai Imam solat.
Seterusnya dalam perjalanan, Beliau menyaksikan dengan
sekelompok manusia yang bercocok tanam dan seketika dapat di tuai (dipetik)
hasilnya. Nabi pun merasa hairan lalu bertanya kepada Jibril?….Jibril menjawab:
Mereka adalah ibarat umat tuan yang suka menginfaqkan harta bendanya untuk
menegakkan kalimah Allah, mensyi’arkan keagungan Allah dan beramal solih.
Kemudian dalam perjalanan seterusnya Beliau mencium bau
yang sangat menyusuk hidung, Beliau bertanya Jibril?…. Jibril menjawab: Ini
adalah bau Masyithah (Tukang gunting di istana Fir’aun) sekeluarga yang
merelakan diri mereka di ceburkan ke dalam belanga yang berisi timah mendidih
oleh Fir’aun lantaran keteguhan Iman mereka kepada Allah dan tidak mengakui
Fir’aun sebagai Tuhan.
Selanjutnya dalam perjalanan itu Beliau melihat
segulongan manusia yang memukul-mukul kepalanya sendiri sehingga hancur luluh,
akan tetapi sekejap kemudian kepalanya utuh kembali, lalu dihancurkan semula,
demikianlah seterusnya. Nabi SAW lalu bertanya kepada Jibril?.. Jibril
menjawab: Mereka adalah perumpamaan segulongan umat tuan yang suka
melengah-lengah (mengulur-ulur) waktu solat, sampai akhirnya habis waktu yang
di tentukan.
Selanjutnya dalam perjalanan Beliau melihat orang-orang
yang memakan kayu berduri serta batu panas yang membara dari neraka Jahannam.
Lalu Beliaupun bertanya Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan
orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakatnya. Jelas mereka termasuk orang
yang menganiaya diri sendiri.
Selanjutnya dalam perjalanan Nabi SAW melihat segolongan
manusia yang masing-masingnya menghadapi dua buah mangkok, mangkok yang satu
berisi daging yang sudah dimasak dan yang satunya lagi berisi daging mentah.
Akan tetapi anehnya mereka lebih suka memakan daging yang mentah. Bertanya Nabi
SAW kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah gambaran diantara umat yang
senang berbuat zina. Mereka sebenarnya telah mempunyai isteri yang sah, akan
tetapi mereka senang melepaskan nafsu syahwatnya dengan perempuan lain yani
berzina. Demikianlah pula yang perempuan melacurkan dirinya.
Selanjutnya dalam perjalanan Nabi SAW menyaksikan pula
ada kayu yang berduri melintang di tengah jalan. Sesiapa yang melaluinya pasti
akan ditarik dan dikaitnya sehingga pakaian akan koyak. Nabi SAW bertanya
kepada Jibril?…Dijawab oleh Jibril: Itulah suatu perumpamaan dari golongan umat
yang suka membuat kekacauan dan suka duduk-duduk ditepi jalan, sehingga
menggangu orang-orang yang melewati jalan itu.
Selanjutnya Nabi SAW menyaksikan orang-orang yang
berenang dalam sungai darah, lalu mereka di lempari dengan batu, akan tetapi
kemudian batu-batu itu mereka makan. Nabi SAW bertanya kepada Jibril?..Dijawab
oleh Jibril: Mereka perumpamaan segolongan manusia yang suka memakan riba dan
duit haram.
Tidak lama kemudian Nabi SAW menyaksikan seorang lelaki
yang memikul beban (kayu), tetapi tidak kuat berjalan, anehnya beban itu
semakin bertambah dan begitulah seterusnya sehingga orang itu kepayahan dan
terseksa. Nabi SAW bertanya kepada Jibril?..Jawab Jibril: Dialah gambaran orang
yang suka menerima amanat orang lain tetapi tidak mau menunaikan
(menyampaikannya) kepada yang berhak.
Selanjutnya dalam perjalanan itu Nabi menyaksikan
orang-orang yang memotong lidah dan bibirnya dengan gunting besi, seketika itu
utuh kembali, namun segera pula di gunting lagi, begitulah seterusnya, sehingga
mereka merasa penderitaan yang amat berat. Nabi SAW. bertanya kepada
Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan dari golongan manusia yang
suka memberi nasihat kepada orang lain untuk membuat baik, tetapi ia sendiri
tidak pernah melakukan kebaikan seperti yang di nasihatkan kepada orang lain.
Selanjutnya Nabi SAW menyaksikan manusia yang tengah
mencakar-cakar wajahnya dan dadanya dengan kukunya sendiri yang telah berubah
menjadi kuku tembaga. Nabi SAW bertanya kepada Jibril? Jawab Jibril: Mereka
adalah perumpamaan orang-orang yang suka menceritakan keaibpan (keburukan),
rahsia, kecacatan dan kejelekan orang lain, dengan membesar-besarkannya kepada
orang lain.
Selanjutnya Nabi SAW menyaksikan sekelompok manusia yang
mempunyai bibir seperti unta, lalu disuapkan bara kedalam mulutnya. Ini adalah
contoh bagi mereka yang memakan harta anak yatim dengan jalan salah.
Selanjutnya Nabi SAW menyaksikan saekor lembu besar
keluar dari lubang yang sangat sempit lalu ia berusaha untuk memasukinya
kembali tetapi tidak berjaya. Itu adalah contoh bagi mereka yang bercakap besar
dan dusta, lalu ia ingin menarik kembali percakapannya itu tetapi tidak
berpeluang lagi.
Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung buah
dadanya sambil mereka menjerit-jerit meminta pertolongan. Ini adalah gambaran
wanita yang menyusukan anak mereka hasil dari berzina dengan lelaki yang bukan
suaminya.
Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung rambutnya
diatas api neraka sehingga mendidih otak di kepalanya. Ini adalah gambaran
balasan kerana mereka tidak mahu menutup aurat di kepala dari di pandang lelaki
yang bukan mahramnya.
Menyaksikan sekelompok wanita yang digantung lidahnya
diatas api neraka lalu dituangkan air panas ke dalam mulutnya. Ini adalah
gambaran balasan kerana mereka selalu menyakiti hati suaminya dan bercakap
dengan suara yang kasar serta tinggi.
Itulah sebahagian riwayat-riwayat yang sering kita temui
dalam kitab-kitab kisah Isra’ Mi’raj yang meskipun oleh para Ilmu Agama
dikatakan bersumber dari keterangan yang lemah, namun yang jelas isinya
merupakan peringatan untuk kita berhati-hati di dalam kehidupan dunia.
PERJALANAN NABI SAW DARI MASJIDIL AQSHA KE SIDRATIL
MUNTAHA
Selanjutnya Malaikat Jibril menyediakan tangga Mi’raj
yang diambil dari syurga. tangga Mi’raj itu di perbuat daripada emas dan perak
berlapis mutiara. Melalui tangga inilah dengan berkendaraan Buraq Nabi SAW,
bersama Malaikat Jibril lalu naik ke langit pertama yaitu langit dunia.
Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu,
kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s
ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Nabi Muhammad SAW.
Jibril a.s ditanya lagi: Adakah Nabi Muhammad SAW telah diutuskan? Jibril a.s
menjawab: Ya, Beliau telah diutuskan. Kemudian pintu langit pun dibuka, Nabi
Muhammad SAW bersama Jibril segera masuk ke langit pertama.
DI LANGIT PERTAMA
Di sini Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Adam a.s,
bapak seluruh umat manusia. Ketika Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Adam
a.s, Beliau disambut serta Nabi Adam a.s, mendoakannya dengan doa kebaikan.
Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Adam a.s, di langit pertama ini
sebenarnya merupakan suatu i’tibar, apabila kita berniat akan memulakan
perkerjaan atau perjalanan, hendaklah terlebih dahulu kita datang kepada orang
tua, yakni ayah dan ibu untuk memohon do’a restu keduanya agar perkerjaan dan
perjalanan itu memperolehi kejayaan serta mendapat keselamatan. Kemudian
perjalanan di teruskan, naiklah Nabi SAW bersama Jibril kelangit kedua.
DI LANGIT KEDUA
Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari
penjaga langit kedua, masuklah Nabi Muhammad SAW, bersama Jibril. Di langit
yang kedua Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi ‘Isa a.s dan Nabi Yahya a.s.
Kedua orang Nabi ini kemudian memberikan do’a restunya untuk keselamatan Nabi
Muhammad SAW. Kemudian naiklah Nabi Muhammad SAW bersama Jibril ke langit yang
ke tiga.
DI LANGIT KETIGA
Sebagaimana di langit pertama dan kedua, begitu juga
sampai didepan langit ketiga. Setelah selesai terjawab semua pertanyaan, di
bukalah pintunya di sertai penghormatan oleh penjaga langit itu kepada Nabi Muhammad
SAW. Di langit yang ketiga, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Yusuf a.s,
yaitu seorang hamba Allah yang memperolehi kurnia kecantikan paras wajahnya.
Pertemuan antara Nabi Muhammad SAW, dengan Nabi Yusuf a.s, di langit yang
ketiga ini tidak ubahnya seperti pertemuan dua saudara. Selanjutnya Nabi SAW
bersama Jibril naik ke langit yang ke empat.
DI LANGIT KEEMPAT
Di sini Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Idris a.s
yang telah memperolehi kurnia tempat yang tinggi dari Allah SWT Pertemuan
ini pun tak ubahnya seperti pertemuan dua orang saudara yang telah lama
berpisah. Perjalananpun di teruskan, Nabi Muhammad SAW bersama Jibril terus
naik ke langit yang ke lima.
DI LANGIT KELIMA
Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari
penjaga langit kelima, masuklah Nabi Muhammad SAW, bersama Jibril. Di langit
yang kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun a.s. dengan penuh
penghormatan. Pertemuan inipun tidak ubah seperti pertemuan dua orang saudara,
penuh mesra dan saling hormat. Seterusnya Nabi SAW bersama Jibril naik ke
langit yang ke enam.
DI LANGIT KEENAM
Di langit ke enam ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Musa
a.s. Disini Nabi Muhammad SAW menyaksikan suatu keanehan, sebab tiba-tiba saja
Nabi Musa a.s menangis tersedu-sedu. Apabila di tanyakan kepada
Beliau..Beliaupun menjawab: Kerana aku tidak mengira ada seorang Nabi yang di
utus Allah sesudahku, ummatnya akan lebih banyak yang masuk syurga dari
ummatku. Kemudian perjalanan di teruskan ke langit ketujuh.
Hadis Rasulullah SAW. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas
r.a katanya: Rasulullah SAW telah menceritakan tentang perjalanan Israknya.
Baginda bersabda: Nabi Musa a.s berkulit sawa matang dan tinggi seperti seorang
lelaki dari Kabilah Syanu’ah. Manakala Nabi Isa a.s pula berbadan gempal,
tingginya sederhana. Selain dari itu baginda juga menceritakan tentang Malik
penjaga Neraka Jahanam dan Dajjal.
DI LANGIT KE TUJUH
Di sini Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim
a.s, disaat itu Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Nabi SAW di
sambut dengan baik, penuh penghormatan seperti menyambut anak sendiri. Nabi
Ibrahim a.s sempat memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
Wahai Muhammad, aku nasehatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak
tanaman surga. Nabi SAW bertanya: Apakah yang tuan maksud dengan tanaman surga
itu?. Jawab Nabi Ibrahima a.s. Tanaman surga ialah ucapan : LAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADZIIM atau ucapan SUBHAANALLAAHI WAL
HAMDULILLAAHI WALAA ILAAHA ILLALLAAHU HUWALLAAHU AKBAR.
Perlu di ketahui bahawasanya Baitul Ma’mur adalah masjid
para Malaikat yang setiap harinya tidak kurang dari 70,000 malaikat masuk
kedalamnya dan apabila telah keluar, tidaklah mereka mengulanginya lagi.
Tidak lama kemudian Jibril menghidangkan tiga buah gelas,
masing-masing berisi arak, air susu dan madu, supaya Nabi SAW memilihnya
manakah yang lebih disukainya. Beliaupun memilih air susu, lalu di minumnya.
Berkatalah Jibril: Benarlah engkau ya Muhammad. Itulah lambang kesucian engkau.
Demikian malaikat Jibril mengatakan.
DI SIDRATIL MUNTAHA
Di Sidratil Muntaha ini Nabi Muhammad SAW menyaksikan
keindahan panorama yang tiada bandingannya dan tidak terdapat di tempat manapun
apa lagi di dunia ini. Dalam satu kesempatan di Sidratul Mutaha, Nabi Muhammad SAW
sempat melihat, rupa Malaikat Jibril yang asli. Di sebut dalam satu hadis yang
di riwayat Bukhari dan Muslim bahawasanya Jibril mempunyai enam ratus sayap.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW di ajak oleh Malaikat Jibril menyaksikan
keindahan bengawan Al-Kautsar, sampai ke depan pintu gerbang surga kemudian
Beliau masuk ke surga, di dalam surga Beliau menyaksikan hal-hal yang
mengherankan, yang belum pernah Beliau saksikan sebelumnya, juga mendengar
suara-suara yang belum pernah Beliau mendengarnya, bahkan apa saja yang menjadi
kehendak hati seketika wujud. Kesemuanya itu disaksikan oleh Nabi SAW di dalam
surga, bahkan Beliau sempat membaca tulisan yang terpampang di pintu surga
sebagai berikut, yang artinya:
SEDEKAH MEMPEROLEH PAHALA SEPULUH KALI LIPAT DAN
MENGHUTANGI MEMPEROLEHI PAHALA DELAPAN BELAS KALI LIPAT.
Bertanyalah Nabi SAW kepada Jibril: Mengapakah pahala
orang yang memberi hutang lebih besar dari pada pahala orang bersedekah?.
Jibril menjawab: Benar, sebab orang yang di beri sedekah terkadang masih
mempunyai persediaan hidup, sedangkan orang yang berhutang sudah barang tentu
dia sangat memerlukan, yakni tidak mempunyai persediaan, sedangkan ia tidak
sudi berbuat meminta-minta. Untuk kesempurnaan pengetahuan Nabi SAW, diajak
melihat keadaan melihat neraka, di sisi Beliau meyaksikan bermacam-macam
penyiksaan dan sebagainya. setelah menyaksikan keadaan syurga dan neraka,
kemudian Nabi SAW meneruskan perjalanan naik ke Sidratul Muntaha sendirian tampa
ditemani oleh Malaikat Jibril, lantaran Jibril merasa berat untuk melangkah
lebih tinggi lagi. Di Sidratul Muntaha Beliau mendengar suara goresan pena
penulis, yaitu kalam yang menulis hukum-hukum Allah di Lauhul-Mahfuzh.
Seterusnya Nabi Muhammad SAW diangkat naik setingkat lagi
sampai ke ‘Arasy disinilah Nabi SAW menerima perintah solat yang wajib di
laksanakan oleh Nabi SAW dan segenap ummatnya sebanyak lima puluh kali sehari
semalam. Dan akhirnya hanya tinggal lima waktu sehari malam setelah dinasihati
oleh Nabi Musa a.s dan diperkenankan oleh Allah.
Juga di ‘Arasy, Nabi Muhammad SAW, menerima beberapa
khushushiyyah yang belum pernah diberikan kepada para Nabi terdahulu. Mengenai
beberapa khushushiyyah, yang disebut antara lain sebagi berikut:
Nabi SAW diberi oleh Allah : Surah Al-Fatihah dan akhir
Surah Al-Baqarah dari ayat AAMANAR RASUULU sampai kepada firmanNya FAN SHURNAA
‘ALAL-QAUMIL KAAFIRIINA.
Allah berfirman dalam surah Al-Fatihah.
Yang bermaksud: Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi
Maha Mengasihani. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan
mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang
Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya
Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah
kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah
murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 285 &
286. Yang bermaksud: Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman; semuanya beriman
kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya.
(Mereka berkata): “Kami tidak membedakan antara seorang dengan yang lain
Rasul-rasulnya”. Mereka berkata lagi: Kami dengar dan kami taat (kami pohonkan)
keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali”. Allah tidak
memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala
kebaikan yang diusahakannya, dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang
diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata): “Wahai Tuhan kami! Janganlah
Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan
kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang
telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai
Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya
memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan
berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami
untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.
Nabi SAW menerima Ilmu tentang:
1. Islam
2. Hijrah
3. Jihad
4. Sedekah
5. Puasa Rammadhan
6. Amal Ma’ruf
7. Nahyi Mungkar
8. Solat
Nabi Muhammad SAW memperolehi darjat yang tertinggi,
yaitu Asma Allah di sebutkan bersamaan dengan nama Muhammad ( LAA-ILAAHA
ILLALLAAHU, MUHAMMADUR-RASUULULLAAH ) di dalam azan, tasyahhud dan
lain-lainnya.
Nabi Muhammad SAW juga menerima gelar HABIBULLAH dan
SAYYIDUL AWWALIINA WAL AKHIRIINA .
Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan tugas perjalanan
Isra’ dan Mi’raj, dengan membawa perintah solat lima waktu sehari semalam, maka
Beliau turun sampai ke Masjidil Haram di Mekah. Beliau datang di Mekah sebelum
subuh. Keesokan harinya Beliau menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang
dialaminya semalam kepada Abu Jahal dan segenap kaumnya. Kaum Quraisy amat
gembira mendengar cerita Nabi SAW ini, kerana menjadikan bukti yang jelas, akan
kedustaan dan kepalsuan seruan Nabi Muhammad SAW. Cerita ini yang menurut
mereka amat berlebih-lebihan dan melampaui batas ini akan menjadi sebab yang
dapat menjauhkan orang dari Nabi Muhammad SAW. dan orang yang masih ragu-ragu
akan segera meninggalkan Nabi SAW dan tidak akan memikirkan lagi untuk mengikui
dan menerima agamanya. Dugaan kaum Quraisy meleset, hal ini ternyata, utusan
yang dikirim kaum Quraisy kepada Abu Bakar As-Shiddiq menyampaikan pertanyaan:
Abu Bakar, dapatkah engkau mempercayai dan membenarkan Muhammad yang mengatakan
ia baru saja pergi ke Baitul Maqdis dan dari sana ia terus naik ke langgit yg
ke tujuh, lalu pada malam itu juga ia kembali ke Mekah? Pertanyaan ini dijawab
oleh Abu Bakar dengan tegas. Kalau memang Beliau menyatakan demikian, benarlah
ia dan pun percaya.
Utusan Quraisy mengulangi pertanyaan: Apakah engkau
membenarkan hai Abu Bakar?. Dengan tegas Abu Bakar menjawab: Aku membenarkan
dan aku yakin dan percaya. Dengan jawaban Abu bakar yang demikian mereka kecewa
dan memfitnah Nabi Muhammad SAW dan menuduhnya sebagai seorang pendusta, gila
dan lain sebagainya. Dengan demikian kita dapat memgambil kesempulan, bahwa
sejak dahulu hingga sekarang kaum muslimin telah yakin dan percaya serta
beriman terhadap peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Sebagai penutup marilah kita
berdo’a semoga Allah s.w.t selalu berkati, melindungi kita dan mudah-mudahan
kita senantiasa di bawah naungan keridhaan Nya.
Hikmah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi
Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki
keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga,
dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj
merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan
umat beragama (Islam).
Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi
Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki
keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga,
dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj
merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan
umat beragama (Islam).
Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir
pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini,
berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari
perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan
menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih,
Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang
dialami Nabi itu dengan runtut.
Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk
menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta
rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di
malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas?
Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam
wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?
Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para
wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi
kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.
Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan
suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga
peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari
kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of
Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip
Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan
terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan
Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik
dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M
menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang
menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj
menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta
(al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan
kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan
meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal
tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari
peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT.
Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush
shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan
hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan
nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak
mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah
kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.
Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad
Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami
Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di
jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya
orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa
urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang
disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan
dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga,
shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan
merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam
salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan
menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178
halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang
cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat
mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain
dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid
al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi,
kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.
Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah,
kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan
melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu
kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum
Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas
kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba
menuju kesempurnaan ruhani.
Referensi: